BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Antibiotika banyak digunakan
secara luas pada kehamilan. Karena adanya efek samping yang potensial bagi ibu
maupun janinnya, penggunaan antibiotika seharusnya digunakan jika terdapat
indikasi yang jelas. Prinsip utama pengobatan wanita hamil dengan penyakit
adalah dengan memikirkan pengobatan apakah yang tepat jika wanita tersebut
tidak dalam keadaan hamil. Biasanya terdapat berbagai macam pilihan, dan untuk
alasan inilah prinsip yang kedua adalah mengevaluasi keamanan obat bagi ibu dan
janinnya.
Sebaiknya ibu hamil membatasi
konsumsi obat-obatan, terutama antibiotik yang bisa membahayakan tumbuh kembang
janin. Karena masa paling krusial yang perlu diwaspadai adalah pada trisemester
pertama kehamilan. Antibiotik ini bekerja
untuk menghambat pembentukan inti sel. Bila dikonsumsi saat hamil bisa
menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang pada janin serta risiko lainnya adalah
tidak menutupnya tulang belakang (spina bifida).
B.
Tujuan
1. Untuk
menekan atau menghentikan perkembangan bakteri atau mikroorganisme berbahaya
yang ada di dalam tubuh
2. Mencegah
terjadinya infeksi pada suatu penyakit serta dapat mencegah infeksi pada luka
C.
Manfaat
Manfaat
antibiotik ini adalah untuk menekan dan untuk membunuh bakteri berbahaya yang
berada dalam tubuh manusia yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi suatu
penyakit.
BAB II
I S I
1.
Golongan
dan Penjelasan Obat Antibiotik (
Golongan Penisilin )
Informasi obat kali ini akan menjelaskan jenis obat antibiotik penisilin,
yang diantaranya menjelaskan dosis obat, komposisi atau kandungan obat, manfaat
atau kegunaan dan khasiat atau dalam bahasa medis indikasi, aturan pakai, cara
minum/makan atau cara menggunakannya, juga akan menerangkan efek samping atau
kerugian, pantangan atau kontra indikasi serta bahayanya, over dosis atau
keracunan, dan farmakologi serta mekanisme kerja dari obat penisilin.
Penisilin merupakan kelompok antibiotika Beta Laktam yang telah
lama dikenal. Pada tahun 1928 di London, Alexander Fleming menemukan
antibiotika pertama yaitu penisilin yang satu dekade kemudian dikembangkan oleh
Florey dari biakan Penicillium notatum untuk penggunaan sistemik.
Kemudian digunakan P. chrysogenum yang menghasilkan penisilin lebih
banyak.
Penisilin yang digunakan dalam pengobatan terbagi dalam penisilin
alam dan penisilin semisintetik. Penisilin semisintetik diperoleh dengan cara
mengubah struktur kimia penisilin alam atau dengan cara sintesis dari inti
penisilin. Beberapa penisilin akan berkurang aktivitas mikrobanya dalam suasana
asam sehingga penisilin kelompok ini harus diberikan secara parenteral.
Penisilin lain hilang aktivitasnya bila dipengaruhi enzim betalaktamase ( penisilinase
) yang memecah cincin betalaktam.
1.1. Pengelompokan
dan Pengenalan Golongan Antibiotik
Untuk
kepentingan praktis pengobatan, secara umum antibiotika
dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Antibiotika Golongan Aminoglikosid
Antibiotika
golongan aminoglikosid bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
Aminoglikosid merupakan senyawa yang terdiri dari 2 atau lebih gugus gula amino
yang terikat lewat ikatan glikosidik pada inti heksosa. Aminoglikosid merupakan
produk streptomises atau fungus lainnya. Seperti Streptomyces griseus untuk
Streptomisin, Streptomyses fradiae untuk Neomisin, Streptomyces kanamyceticus
untuk Kanamisin, Streptomyces tenebrarius untuk Tobramisin, Micromomospora
purpures untuk Gentamisin dan Asilasi kanamisin A untuk Amikasin. Aminoglikosid
dari sejarahnya digunakan untuk bakteri gram negatif. Aminoglikosid pertama
yang ditemukan adalah Streptomisin. Antibiotika lain untuk bakteri gram negatif
adalah golongan Sefalosporin generasi 3 yang lebih aman, akan tetapi karena
harganya masih mahal banyak dipakai golongan Aminoglikosid. Aktivitas bakteri
Aminoglikosid dari Gentamisin, Tobramisin, Kanamisin, Netilmisin dan Amikasin
terutama tertuju pada basil gram negatif yang aerobic (yang hidup dengan
oksigen). Masalah resistensi merupakan kesulitan utama dalam penggunaan Streptomisin
secara kronik misalnya pada terapi Tuberkulosis atau endokarditis bakterial
subakut. Resistensi terhadap Streptomisin dapat cepat terjadi, sedangkan
resistensi terhadap Aminoglikosid lainnya terjadi lebih berangsur-angsur.
2.
Antibiotika Golongan Sefalosforin
Bekerja
dengan menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis
pada dinding sel bakteri. Sefalosporin termasuk golongan antibiotika
betalaktam. Seperti antibiotik betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba
Sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang
dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi
pembentukan dinding sel. Sefalosporin yang aktif terhadap kuman gram positif diantaranya
sefalotin, sefaleksin, sefazolin, serta sefradin. Kelompok yang aktif terhadap
kuman gram negative seperti sefaklor, sefamandol, mokasalatam, sefotaksim, dan
sefoksitin.
3.
Antibiotika Golongan Kloramfenikol
Bekerja dengan menghambat sintesis protein dari
bakteri yang diisolasikan pertama
kali pada tahun 1947 dari Streptomyces venezuelae. Kloramfenikol mempunyai daya
antimikroba yang kuat maka penggunaan Kloramfenikol meluas dengan cepat sampai
pada tahun 1950 diketahui bahwa Kloramfenikol dapat menimbulkan anemia aplastik
yang fatal. Efek antimikroba dalam Kloramfenikol bekerja dengan jalan
menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat adalah enzim peptidil
transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan
peptida pada proses sintesis protein kuman. Efek toksis Kloramfenikol pada sel
mamalia terutama terlihat pada sistem hemopoetik/darah dan diduga berhubungan
dengan mekanisme kerja Kloramfenikol. Kloramfenikol digunakan untuk mengatasi H.influenzae
dan S. thypi karena bersifat toksit terhadap sumsum tulang.
4.
Antibiotika Golongan Makrolida
Bekerja dengan menghambat sintesis protein dari
bakteri. Antibiotika golongan Makrolida
mempunyai persamaan yaitu terdapatnya cincin lakton yang besarnya dalam rumus
molekulnya. Golongan Makrolida menghambat sintesis protein kuman dengan jalan
berikatan secara reversibel dengan ribosom, dan bersifat bakteriostatik atau
bakterisid tergantung dari jenis kuman dan kadar obat Makrolida. Sekarang ini
antibiotika Makrolida yang beredar di pasaran obat Indonesia adalah Eritomisin,
Spiramisin, Roksitromisin, Klaritromisin dan Azithromisin. Eritromisin banyak
digunakan untuk menyembuhkan penyakit legionnaires dan infeksi pneumonia
atipik.
5.
Antibiotika Golongan Penisilin
Bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan. Penisilin
merupakan kelompok antibiotika Beta Laktam yang telah lama dikenal. Penisilin
yang digunakan dalam pengobatan terbagi dalam Penisilin alam dan Penisilin
semisintetik. Penisilin semisintetik diperoleh dengan cara mengubah struktur
kimia Penisilin alam atau dengan cara sintesis dari inti Penisilin.
Ø Aktivitas
dan Mekanisme Kerja Penisilin
Penisilin
menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel
mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif, Penisilin akan menghasilkan efek bakterisid
(membunuh kuman) pada mikroba yang sedang aktif membelah. Mikroba dalam keadaan
metabolik tidak aktif (tidak membelah) praktis tidak dipengaruhi oleh
Penisilin, kalaupun ada pengaruhnya hanya bakteriostatik (menghambat
perkembangan).
Ø Efek
Samping Penisilin
-
Reaksi hipersensitif,
mulai ruam dan gatal sampai serum sickness dan reaksi alergi sistemik yang
serius
-
Nyeri tenggorokan atau
lidah, lidah terasa berbulu lembut, muntah, diare
-
Mudah marah,
halusinasi, kejang
6.
Antibiotika
Golongan Beta Laktam
Bekerja
dengan menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis
pada dinding sel bakteri.
7.
Antibiotika
Golongan Kuinolon
Bekerja
dengan menghambat satu atau lebih enzim topoisomerase yang bersifat esensial
untuk replikasi dan transkripsi DNA bakteri. Asam Nalidiksat adalah prototip
antibiotika golongan Kuinolon lama yang dipasarkan sekitar tahun 1960.
Penggunaan obat Kuinolon lama ini terbatas sebagai antiseptik saluran kemih
saja. Pada awal tahun 1980, diperkenalkan golongan Kuinolon baru dengan atom Fluor
pada cincin Kuinolon ( karena itu dinamakan juga Fluorokuinolon ). Perubahan
struktur ini secara dramatis meningkatkan daya bakterinya, memperlebar spektrum
antibakteri, memperbaiki penyerapannya di saluran cerna, serta memperpanjang
masa kerja obat.
Golongan
Kuinolon ini digunakan untuk infeksi sistemik. Yang termasuk golongan ini
antara lain adalah Spirofloksasin, Ofloksasin, Moksifloksasin, Levofloksasin,
Pefloksasin, Norfloksasin, Sparfloksasin, Lornefloksasin, Flerofloksasin dan
Gatifloksasin.
Ø Mekanisme
Kerja Kuinolon
Pada
saat perkembangbiakan kuman ada yang namanya replikasi dan transkripsi dimana
terjadi pemisahan double helix dari DNA kuman menjadi 2 utas DNA. Pemisahan ini
akan selalu menyebabkan puntiran berlebihan pada double helix DNA sebelum titik
pisah. Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA
girase. Peranan antibiotika golongan Kuinolon menghambat kerja enzim DNA girase
pada kuman dan bersifat bakterisidal, sehingga kuman mati.
8.
Antibiotika
Golongan Tetrasiklin
Bekerja
dengan menghambat sintesis protein dari bakteri. Tetrasiklin pertama kali
ditemukan oleh Lloyd Conover. Tetrasiklin merupakan antibiotika yang memberi
harapan dan sudah terbukti menjadi salah satu penemuan antibiotika penting.
Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah Klortetrasiklin
yang dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan
Oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara
semisintetik dari Klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari spesies
Streptomyces lain.
Ø Mekanisme
Kerja Tetrasiklin
Golongan
Tetrasiklin termasuk antibiotika yang bersifat bakteriostatik dan bekerja
dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Golongan Tetrasiklin menghambat
sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam
masuknya antibiotika Tetrasiklin ke dalam ribosom bakteri gram negatif; pertama
yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem
transportasi aktif. Setelah antibiotika Tetrasiklin masuk ke dalam ribosom
bakteri, maka antibiotika Tetrasiklin berikatan dengan ribosom dan menghalangi
masuknya komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino, sehingga bakteri tidak
dapat berkembang biak.
Pada
umumnya efek antimikroba golongan Tetrasiklin, namun terdapat perbedaan
kuantitatif dari aktivitas masing-masing derivat terhadap kuman tertentu. Hanya
mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi antibiotika Tetrasiklin.
9.
Kombinasi
Antimikroba
Karena
kerja dari dua antimikroba Trimetropim dan Sulfametoksazol dalam menghambat
reaksi enzimatik obligat berurutan sehingga kombinasi antimikroba ini
memberikan efek sinergi. Kombinasi ini lebih dikenal dengan nama Kotrimoksazol.
Aktivitas
kombinasi antimikroba Kotrimoksazol berdasarkan atas kerjanya pada dua tahap
yang berurutan dalam reaksi enzimatik untuk membentuk asam tetrahidrofolat. Sulfometoksazol
menghambat masuknya molekul PABA ke dalam molekul asam folat dan trimetropim
menghambat terjadinya reaksi reduksi dari asam dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat.
Trimetropim menghambat enzim Dihidrofolat reduktase mikroba secara sangat
selektif. Hal ini penting, karena enzim tersebut juga terdapat pada sel
manusia.
10. Antibiotika Golongan
Lain
Antiobiotika
golongan lain yang ada di Indonesia adalah klindamisin, metronidazol, colistin,
tinidazol, fosfomycin, teicoplanin, vancomycin dan linezolid.
Ø Klindamisin
Digunakan
untuk infeksi bakteri anaerob. Seperti infeksi pada saluran nafas, septikemia,
dan peritonitis. Untuk pasien yang sensitif terhadap penisilin Klindamisin juga
dapat digunkan untuk infeksi bakteri aerobik. Klindamisin juga dapat digunakan
untuk infeksi pada tulang yang disebabkan staphylococcus aureus. Sediaan
topikalnya dalam bentuk Klindamisin posfat digunkan untuk jerawat yang parah.
Klindamisin
efektif untuk infeksi yang disebabkan mikroba sebagai berikut:
-
Bakteri aerobik gram
positif seperti golongan Staphylococus dan Streptococus (pneumococcus)
-
Bakteri anaerobik gram
negatif termasuk golongan Batericoides dan Fusobacterium
Ø Metronidazol
Metronidazol
efektif untuk bakteri anaerob dan protozoa yang sensitif karena beberapa
organisme memiliki kemampuan untuk mengurangi bentuk aktif metronidazol di
dalam selnya. Secara sistemik metronidazol digunakan untuk infeksi anaerobik,
trikomonasis, amubiasis, lambiasis dan amubiasis hati.
Ø Colistin
Colistin
digunakan dalam bentuk sulfat atau kompleks sulfomethyl, colistimetate. Tablet
Colistin sulfat digunakan untuk mengobati infeksi usus atau untuk menekan flora
di kolon. Colistin sulfat juga digunakan dalam bentuk krim kulit, bubuk dan
tetes mata. Colistimethat digunakan untuk sedian parenteral dan dalam bentuk aerosol
untuk pengobatan infeksi paru-paru.
Ø Tinidazol
Tinidazol
merupakan kelompok antibiotika azol. Mekanisme kerjanya dengan cara masuk ke
dalam sel mikroba dan berikatan dengan DNA. Dengan cara ini mikroba tidak dapat
berkembang biak. Tinidazol adalah antibiotika khusus yang digunakan untuk
menghentikan penyebaran bakteri anaerob. Bakteri ini biasanya menginfeksi
lambung, tulang, otak dan paru-paru.
Ø Teicoplanin
Teicoplanin
merupakan kelompok antibiotika dari glikopeptida. Bakteri memiliki dinding sel
luar yang dipertahankan oleh molekul peptidoglikan. Dinding sel sangat vital
untuk mempertahankan pada lingkungan normal di dalam tubuh di mana bakteri
hidup. Teicoplanin bekerja dengan mengunci formasi dari peptidoglikan. Dengan
cara tersebut dinding bakteri menjadi lemah sehingga bakteri mati. Teicoplanin
digunakan untuk infeksi serius pada hati dan darah. Teicoplanin tidak dapat
diserap di lambung sehingga hanya diberikan dengan cara infus atau injeksi.
Ø Vancomycin
Vancomycin
bekerja dengan membunuh atau menghentikan perkembangan bakteri. Vancomycin
digunakan untuk mengobati infeksi pada beberapa bagian tubuh. Kadangkala
digabung dengan antibiotika lain. Vancomycin juga digunakan untuk penderita
dengan gangguan hati atau prosthetic (artificial) hati yang alergi dengan
penisilin. Dengan kondisi khusus, antibiotika ini juga dapat digunakan untuk
mencegah endocarditis pada pasien yang telah melakukan operasi gigi atau
operasi saluran nafas atas (hidung atau tenggorokan).
Vancomycin
diberikan dalam bentuk injeksi untuk infeksi serius kalau obat lain tidak
berguna. Walaupun demikian, obat ini dapat menimbulkan beberapa efek samping
yang serius, termasuk merusak pendengaran dan ginjal. Efek samping ini akan
sering terjadi pada pasien yang berumur lanjut.
Ø Linezolid
Linezolid
digunakan untuk mengobati infeksi termasuk pneumonia,infeksi saluran kemih dan
infeksi pada kulit dan darah. Linezolid termasuk golongan antibiotika
oxazolidinon.Cara kerja dengan menghentikan perkembang biakan bakteri.
11. Golongan Linkosamid
Golongan
ini kadang digunakan sebagai pelengkap dalam mengatasi kuman yang tahan
terhadap penisilin.
12. Golongan Polipeptida
Golongan
polipeptida dikenal aktif terhadap bakteri gram negative seperti pseudomonas.
Golongan ini diantaranya terdiri dari polimiksin, A, B, C, D, E.
13. Golongan
Antimikobakterium
Banyak
digunakan untuk melawan mikobakterium. Diantaranya yang termasuk dalam golongan
ini adalah etambutol, dapson, streptomisin, INH, dan rifampisin, yang dikenal
untuk menyembuhkan TBC dan penyakit lepra.
1.2. Macam – macam Obat Anti
Jamur
Jamur
adalah organisme mikroskopis tanaman yang terdiri dari sel, seperti cendawan,
dan ragi. Beberapa jenis jamur dapat berkembang pada permukaan tubuh yang bisa
menyebabkan infeksi kulit, kuku, mulut atau vagina. Candida merupakan ragi yang
merupakan salah satu jenis jamur. Sejumlah Candida umumnya tinggal di kulit.
Ada beberapa jenis obat-obatan anti jamur :
·
Anti Jamur Cream
Digunakan untuk mengobati infeksi
jamur pada kulit dan vagina. Antara lain : ketoconazole, fenticonazole, miconazole,
sulconazole, dan tioconazole.
·
Anti Jamur Peroral
Amphotericin dan nystatin dalam
bentuk cairan dan lozenges. Obat-obatan ini tidak terserap melalui usus ke
dalam tubuh. Obat tersebut digunakan untuk mengobati infeksi Candida (ruam)
pada mulut dan tenggorokan.
Itraconazole, fluconazole, ketoconazole, dan griseofulvin dalam bentuk
tablet yang diserap ke dalam tubuh. Digunakan untuk mengobati berbagai infeksi
jamur. Penggunaannya tergantung pada jenis infeksi yang ada. Contohnya Terbinafine
umumnya digunakan untuk mengobati infeksi kuku yang biasanya disebabkan oleh
jenis jamur tinea. Fluconazole umumnya digunakan untuk mengobati jamur Vaginal.
Juga dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi jamur pada tubuh.
·
Anti Jamur Injeksi
Amphotericin,
flucytosine, itraconazole, voriconazole dan caspofungin adalah obat-obatan anti
jamur yang sering digunakan dalam injeksi.
2. Pemilihan Antibiotik
Untuk Ibu Hamil
Kehamilan merupakan saat yang krusial
dari sisi medis. Sebab pada wanita hamil terdapat janin yang sedang mengalami
pertumbuhan. Proses pertumbuhan janin sangat diperngaruhi oleh zat apa yang
dimakan ibu. Dalam hal ini, obat-obatan juga mempunyai pengaruh terhadap janin.
Namun selama kehamilan, tidak selalu ibu dalam keadaan sehat. Ketika sakit,
pemberian obat-obatan sering tak terhindarkan. Salah satu obat yang sering
diberikan adalah antibiotik.
Untuk memberikan obat antibiotika pada
wanita hamil harus benar-benar dipertimbangkan antara manfaat dan kerugiannya.
Pertama-tama harus dilihat dan diperhatikan frekuensi anomali janin. Diantara
berbagai antibiotika, hanya beberapa kelas yang merugikan jika digunakan selama
kehamilan. Tapi, pengetahuan tentang sebagian besar antibiotika masih terbatas.
Ini bisa dilihat dari peringatan yang dicantumkan oleh produsen
antibiotika, untuk tidak memberikan obat saat hamil, terutama pada trisemester
pertama.
Kategori
Obat Antibiotika Terhadap Kehamilan
Hanya sedikit data yang tersedia
mengenai kemanan obat antibiotika terhadap janin. The US Food and Drug Administration
(FDA) telah mengelompokkan semua antibiotika berdasarkan risiko penggunaannya
pada wanita hamil. Kategori tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kategori A : Studi pada wanita hamil
tidak menunjukkan adanya risiko pada ibu dan fetus. Hanya sedikit obat yang
masuk kelompok ini, diantaranya adalah Nystatin vaginal (Mycostatin).
2. Kategori B : Meskipun studi hewan
percobaan menunjukkan tidak ada risiko, namun studi pada manusia tidak adekuat
atau studi pada hewan mencatat ada toksisitas tapi studi pada manusia tidak
menunjukkan adanya risiko.
3. Kategori C : Studi pada hewan
menunjukkan toksisitas tapi studi pada manusia tidak adekuat.
4. Kategori D : Ada bukti berisiko pada
manusia.
5. Kategori X : Ada laporan menyebabkan
abnormalitas fetus pada manusia.
Obat-obat antibiotik
yang perlu perhatian khusus atau tidak boleh diminum untuk ibu hamil dan
menyusui adalah :
1.
Golongan Aminoglikosida (biasanya dalam turunan garam sulfate-nya)
seperti
amikacin sulfate, tobramycin sulfate, dibekacin sulfate, gentamycin sulfate,
kanamycin sulfate, dan netilmicin sulfate.
2.
Golongan Sefalosporin
seperti :
cefuroxime acetyl, cefotiam diHCl, cefotaxime Na, cefoperazone Na, ceftriaxone
Na, cefazolin Na, cefaclor dan turunan garam monohydrate-nya, cephadrine, dan
ceftizoxime Na.
3.
Golongan Chloramfenicol
seperti :
chloramfenicol, dan thiamfenicol.
4.
Golongan Makrolid
seperti :
clarithomycin, roxirhromycin,
erythromycin, spiramycin, dan azithromycin.
5.
Golongan Penicillin
seperti
: amoxicillin, turunan tridydrate dan
turunan garam Na-nya.
6.
Golongan Kuinolon
seperti : ciprofloxacin
dan turunan garam HCl-nya, ofloxacin, sparfloxacin dan norfloxacin.
7.
Golongan Tetracyclin
seperti : doxycycline,
tetracyclin dan turunan HCl-nya (tidak boleh untuk wanita hamil), dan
oxytetracylin (tidak boleh untuk wanita hamil).
Antibiotika banyak digunakan
secara luas pada kehamilan. Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk
memberantas infeksi mikroba pada manusia. Sedang antibiotika adalah senyawa
kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi)
atau dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh atau menghambat
perkembangan bakteri dan organisme lain.
Infeksi merupakan penyebab
utama kematian prematur pada bayi. Meskipun terapi profilaksis antibiotik belum
terbukti bermanfaat, pemberian obat-obat antibiotik kepada ibu hamil dengan
ketuban pecah dini dapat memperlambat kelahiran dan menurunkan insidens infeksi
(Lamont dkk, 2001). Kehamilan akan mempengaruhi pemilihan antibiotik. Umumnya
penisilin dan sefalosporin dianggap sebagai preparat pilihan pertama pada
kehamilan, karena pemberian sebagian besar antibiotik lainnya berkaitan dengan
peningkatan risiko malformasi pada janin. Bagi beberapa obat antibiotik,
seperti eritromisin, risiko tersebut rendah dan kadang-kadang setiap risiko
pada janin harus dipertimbangkan terhadap keseriusan infeksi pada ibu. Besarnya
reaksi toksik atau kelainan yang ditimbulkan oleh antibiotika dipengaruhi oleh
besarnya dosis yang diberikan, lama dan saat pemberian serta sifat genetik ibu
dan janin.
3.
Studi
Kasus Infeksi Saluran Kemih ( ISK ) Pada Ibu Hamil
A. DESKRIPSI KASUS
Ny. FS sedang hamil 3 bulan dan
menderita ISK, oleh dokter kandungan Ny.FS diresepkan Primadex F 2x sehari
selama 5 hari, Folamil 1x sehari dan Domperidone prn untuk mengatasi mual
muntah yang kadang muncul dan cukup menggangu.
B. ANALISA KASUS
Untuk
menganalisa kasus ini menggunakan metode SOAP. Analisanya adalah sebagai
berikut :
·
Subject
-
Ny.FS terkadang mual dan muntah
-
Merasa perih ketika buang air kecil
-
Sering buang air kecil
·
Object
-
Ny.FS telah hamil 3 bulan
-
Mengalami ISK (Infeksi saluran kemih)
-
Mendapat terapi obat :
ü Primadex
Forte 2x sehari selama 5 hari
ü Folamil
1x sehari
ü Domperidon
seperlunya
·
Assement
a. Infeksi
Saluran Kemih (ISK) yang diderita Ny. FS diasumsikan sebagai infeksi saluran
kemih (ISK) tanpa komplikasi yang disebabkan oleh disebabkan
oleh bakteri Escherichia coli.
Hal ini terjadi karena pada wanita hamil, dapat lebih sering terkena ISK
karena adanya perubahan hormonal dan perubahan dari posisi saluran kencing
selama kehamilan. Infeksi saluran kemih (ISK) tanpa komplikasi dapat diterapi
paling efektif dengan terapi jangka pendek (3 hari) dengan
trimetoprim-sulfametoksazol fluorokuinolon. (Joseph T.Dipiro, 2002)
b. Terapi
farmakologi yang diberikan Primadex Forte mengandung cotrimoksazol terdiri dari
Trimetropin 800 mg dan sulfametoksazol 160 mg (2x dari komposisi Primadex),
dengan kontraindikasi anemia megaloblastik, hamil dan menyusui, bayi berusia
kurang dari 2 bulan. Indeks keamanan Primadex Forte C, yaitu penelitian pada
hewan menunjukkan beresiko pada janin (teratogen), tetapi penelitian pada
manusia belum ada. Namun bila manfaat obat lebih besar daripada resiko boleh
diberikan.
c. Terapi
antibiotik sulfonamid, cotrimoksazol, penisillin, tetrasiklin,
sefalosporin,fluorokuinolon tidak
boleh diberikan pada ibu hamil trimester ketiga karena dapat menyebabkan
teratogen. (Joseph T.Dipiro, 2002). Sedangkan pada kasus Ny.FS hamil pada
trimester pertama, sehingga masih dapat diberikan (aman).
d. Mual
muntah yang dialami Ny. FS adalah wajar, karena Ny.FS sedang hamil 3 bulan
sehingga masuk dalam trimester pertama atau yang sering disebut “morning
sickness”. Mual dan muntah ini terjadi karena terdapat perubahan dalam tubuh
selama masa hamil yang mencakup perubahan hormon serta indera penciuman menjadi
lebih sensitif. Hal ini juga diperparah oleh kondisi emosional ibu. Biasanya
rasa mual akan berhenti pada akhir trismester I masa kehamilan.
e. Domperindon
merupakan lini 3 untuk mengatasi mual dan muntah pada ibu hamil, sehingga perlu
diganti lini 1 yang aman bagi ibu hamil.
f. Folamil merupakan kombinasi
multivitamin dan mineral yang sangat penting meningkatkan nutrisi bagi
ibu hamil.
·
Planning
a. Terapi Farmakologis
-
Ny. FS yang menderita
ISK uncomplicated dapat diatasi
dengan pemberian cotrimoxazole dengan durasi pendek yaitu 3 hari. Jadi, terapi
farmakologi untuk mengatasi ISK pada Ny. FS adalah Primadex Forte 1 x sehari
selama 3 hari.
-
Selama masa kehamilan,
asupan vitamin dan mineral harus ditingkatkan. Sehingga diberikan Folamil 1 x
sehari.
-
Untuk mengatasi mual
dan muntah yang kadang muncul, diberikan vitamin B6 seperlunya.
b. Terapi
Farmakologis Alternatif
-
Untuk mengatasi ISK
yang diderita Ny. FS, dapat juga diberikan Amoxicillin 3 gram dosis tunggal
selama 7 hari.
-
Untuk menambah asupan
vitamin dan mineral diberikan Folamil 1 x sehari.
-
Untuk mengatasi mual dan muntah yang kadang muncul diberikan
vitamin B6 seperlunya.
c. Terapi
Non Farmakologis
-
Untuk mengatasi mual
muntah dapat diberikan permen jahe yang merupakan antiemetik alami.
-
Memperbanyak konsumsi
sayur dan buah-buahan untuk mencukupi nutrisi.
-
Memperbanyak konsumsi
sayur dan buah-buahan untuk mencukupi nutrisi.
-
Cukup istirahat.
·
Monitoring
Tujuan dilakukannya monitoring
ini adalah untuk memaksimalkan efek terapi dan meminimalkan DRPs.
Kehamilan pada trimester 1 masih termasuk dalam keadaan rentan, oleh karenanya
obat bebas maupun peresepan obat yang diberikan harus benar-benar diperhatikan.
Sehingga perlu diterapkan suatu tujuan pemantauan terapi yaitu dengan
menentukan monitoring yang spesifik terhadap pasien dan monitoring yang
spesifik terhadap obat, selain itu juga terhadap efek samping obat yang
diberikan. Untuk kasus yang dialami Ny. FS yang perlu dimonitoring antara
lain :
1.
Monitoring mual dan muntah antara lain :
a. Memastikan
apakah Ny. FS masih sering mengalami mual muntah atau tidak setelah melakukan
terapi nonfarmakologi. Namun bila ternyata mual muntah ini membahayakan Ny. FS
maka dapat diberikan piridoksin HCl (vitamin B6) untuk mengatasi mual
muntahnya. Akan tetapi sebelum penggunaan vitamin B6 ini lebih baik
dikonsultasikan dengan dokter terlebih dulu.
b.
Monitoring makanan yang dapat menyebabkan mual muntah.
c.
Monitoring
mual muntah karena dapat mempengaruhi pemenuhan
nutrisi pada masa kehamilan.
2.
Monitoring yang dilakukan
untuk Infeksi Saluarn Kemih diantaranya :
a.
Melihat lebih lanjut
dengan melakukan pemeriksaan kultur urinnya lagi. Untuk memastikan ada
kesembuhan atau tidak.
b. Monitoring
keberhasilan terapi secara klinis atau secara mikrobiologis (kultur ulang).
Selain
itu juga perlu adanya pemantauan atau monitoring terhadap kepatuhan pasien
untuk minum obat selama masa pengobatan dapat mendukung keberhasilan
tercapainnya tujuan pengobatan dan hal ini juga tidak terlepas dari peranan
keluarga pasien yang ikut memonitoring pasien selama masa pengobatan agar
pasien selalu patuh. Monitoring kepatuhannya meminum obat yang diberikan yaitu
:
-
Vitamin
B6 : diminum saat pasien merasakan mual dan
muntah
-
Primadex
F : 1 x sehari selama 3 hari.
Monitoring kepatuhan pasien terhadap penggunaan Primadex F karena
jika penggunaan Primadex F dihentikan akan menyebabkan resistensi (< dari 3 hari).
-
Folamil
: 1 x sehari.
-
Amoxicillin : 3 gram dosis tunggal
selama 7 hari (apabila alternatif terapi pengobatannya disetujui oleh dokter).
Monitoring lain seperti :
-
Monitoring terhadap janin Ny. FS, apakah ada
efek yang ditimbulkan setelah pemberian obat pada Ny. FS.
-
Monitoring berat badan Ny. FS karena dapat sebagai parameter
perkembangan janin dalam kandungan.
-
Memantau kondisi kehamilan/janin pada trisemester I, II,
III, seperti melalui test USG (ultrasonografi).
KOMUNIKASI,
INFORMASI DAN EDUKASI
Pada
kasus ini komunikasi, informasi dan edukasi yang dapat disampaikan kepada
pasien adalah mengenai cara konsumsi obat secara teratur agar obat yang
digunakan dapat memberikan efek terapi secara optimal dan mengenai aturan pakai
serta memberikan saran terapi non farmakologi yang dapat dilakukan pasien.
Pada
kasus ini, pasien mengalami ISK (Infeksi Saluran Kemih) dan saran yang perlu
disampaikan adalah dapat menjaga kebersihan vagina tiap kali buang air kecil
dengan cara dari depan ke belakang (mencegah bakteri dari anus masuk ke vagina
atau uretra), tidak menahan buang air kecil bila ingin buang air kecil,
menghindari faktor-faktor yang dapat memperburuk ISK, minum air putih lebih
banyak minimal 2 liter sehari (untuk menstimulasi diuresis sehingga kuman tidak
memiliki kesempatan untuk memperbanyak diri dalam kandung kemih), memeriksakan
kandungan pada dokter spesialis kandungan untuk mengetahui perkembangan janin karena trimester awal sangat
rentan, istirahat yang cukup, dan olahraga yang cukup seperti jalan-jalan di
pagi hari serta minum dengan teratur untuk terapi farmakologinya yakni Primadex
Forte 1x sehari selama 3 hari.
Untuk
mengatasi mual muntah pada masa kehamilan terapi non farmakologi yang perlu
dilakukan diantaranya adalah :
1. Minum
air yang hangat, seperti jahe (Sebuah studi yang dipublikasikan oleh American
Journal of Obstetrics and Gynecology menemukan bahwa jahe sangat membantu
mengurangi morning sickness)
2. Istirahat
yang cukup
3. Menghirup
minyak aroama terapi (fresh care) untuk mengurangi mual
4. Mengkonsumsi
suplemen atau nutrisi (Folamil 1x sehari ) dan mengkonsumsi buah yang
mengandung banyak air dan dingin, misal melon, anggur, smoothies, jeruk, atau
mentimun
5. Makan
dalam jumlah sedikit namun sering, terutama makan makanan yang tinggi akan
kandungan karbohidrat dan protein serta buah-buahan dan makanan yang berisi B6,
seperti kuning telur, yogurt, dan whole grain
6. Hindari makanan yang berlemak, berminyak dan pedas yang akan
memperburuk rasa mual
7. Bila terapi non farmakologi belum dapat mengurangi intensitas mual
dan muntah dapat diberikan Vitamin B6 yang pemakaiannya bila perlu saja
8. Obat mual muntah dapat dihentikan
bila mual muntah sudah tidak dirasakan atau berkurang
C. EVALUASI OBAT TERPILIH
-
PRIMADEX FORTE
Primadex Forte
mengandung kotrimoksazol (Trimetropim-Sulfametoksazol) dimana Sulfametoksazol
dan trimetoprim digunakan dalam bentuk kombinasi karena sifat sinergisnya.
Kombinasi keduanya menghasilkan inhibisi enzim berurutan pada jalur asam folat.
Mekanisme kerja sulfametoksazol dengan mengganggu sintesa asam folat bakteri
dan pertumbuhan lewat penghambat pembentukan asam dihidrofolat dari asam
para-aminobenzoat. Dan mekanisme kerja trimetoprim adalah menghambat reduksi
asam dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat .
-
KOTRIMOKSAZOL
Trimetoprim dan
sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua tahap yang
berurutan pada mikroba, sehingga kombinasi kedua obat memberikan efek sinergi.
Penemuan sediaan kombinasi ini merupakan kemajuan penting dalam uasaha
meningkatkan efektivitas klinik antimikroba. Kombinasi ini lebih dikenal dengan
kotrimoksazol.
Efeknya terhadap
mikroba :
Ø Spectrum Antibakteri. Spectrum antibakteri trimetoprim
sama dengan sulfametoksazol, meskipun daya antibakterinya 20-100 kali lebih
kuat daripada sulfametoksazol. Mikroba yang peka terhadap kombinasi
trimetoprim-sulfametoksazol ialah ; S. pneumoniae, C. diphtheria, dan N
meningitis, 50-59 % strain S. aureus, S. epidermidis, S. pyogenes, S.
viridians, S. faecalis, E. coli, P. mirabilis, P. morganii, P. rettgeri,
Enterobacter, Aerobacter spesies, Salmonela, Shigela, Serratia dan Alcaligenes
spesies dan Klebsiela spesies. Juga beberapa strain stafilokokus yang resisten
terhadap metisilin, trimetoprim atau sulfometoksazol sendiri, peka terhadap
kombinasi tersebut. Kedua komponen memperlihatkan interaksi sinergistik.
Kombinasi ini mungkin efektif walaupun mikroba telah resisten terhadap
tirmetropim. Sinergisme maksimum akan terjadi bila mikroba peka terhadap kedua
komponen.
Ø Mekanisme Kerja. Aktifitas antibakteri
kotrimoksazol berdasarkan atas kerjanya pada dua tahap yang berurutan dalam
reaksi enzimatik untuk membentuk asam tetrahidrofolat. Sulfonamide menghambat
masuknya molekul PABA ke dalam molekul asam folat dan trimetoprim menghambat
terjadinya reaksi reduksi dari dihidrofolat menjadi tetrshidrofolat.
Tetrahidrofolat penting untuk reaksi-reaksi pemindahan satu atom C, seperti
pembentukan basa purin (adenin, guanin, dan timidin) dan beberapa asam amino
(metionin, glisin). Sel-sel mamalia menggunakan folat jadi yang terdapat dalam
makanan dan tidak mensintensis senyawa tersebut. Trimetoprim menghambat enzim
dihidrofolat reduktase mikroba secara sangat selektif. Hal ini penting, karena
enzim tersebut juga terdapat pada sel mamalia.
Ø Resistensi
Bakteri. Frekuensi terjadinya resistensi
terhadap kotrimaksazol lebih rendah daripada terhadap masing – masing obat,
karena mikroba yang resisten terhadap salah satu komponen masih peka terhadap
komponen lainnya. Resistensi mikroba terhadap trimetropim dapat terjadi karena
mutasi. Resistensi yang terjadi pada bakteri gram-negatif disebabkan oleh
adanya plasmid yang membawa sifat menghambat kerja obat terhadap enzim
dihidrofolat reduktase. Resistensi S. aureus terhadap trimetropim ditentukan
oleh gen kromosom, bukan oleh plasmid. Resistensi terhadap bentuk kombinasi
juga terjadi in vivo. Pravalensi resistensi E.coli dan S. aureus terhadap
kotrimoksazol meningkat pada pasien yang diberi pengobatan dengan sediaan
kombinasi tersebut. Selama lima tahun penggunaan resistensi S. aureus meningkat
dari 0,4% menjadi 12,6%. Dilaporkan pula terjadinya resistensi pada beberapa
jenis mikroba Gram-negatif.
Ø Efek
Samping. Pada dosis yang dianjurkan tidak
terbukti bahwa kotrimoksazol menimbulkan defisiensi folat pada orang normal.
Namun batas antara toksisitas untuk bakteri dan untuk manusia relative sempit
bila sel tubuh mengalami defisiensi folat. Dalam keadaan demikian obat ini
mungkin menimbulkan megaloblastosis, leucopenia, atau trombositopenia.
Kira-kira 75% efek samping terjadi pada kulit, berupa reaksi yang khas
ditimbulkan oleh sulfonamid. Namun demikian kombinasi
trimetoprim-sulfametoksazol dilaporkan dapat menimbulkan reaksi kulit sampai
tiga kali lebih sering dibandingkan sulfisoksazol pada penberian tunggal (5,9%
vs 1,7%). Dermatitis eksfoliatif, sindrom Stevens-Johnson dan toxic epidermal
necrolysis jarang terjadi. Gejala-gejala saluran cerna terutama berupa mual dan
muntah, diare jarang terjadi. Glositis dan Stomatitis relatif sering. Ikterus
terutama terjadi pada pasien yang sebelumnya telah mengalami hepatitis
kolestatik alergik. Reaksi susunan saraf pusat berupa sakit kepala, depresi dan
halusinasi, disebabkan oleh sulfonamid. Reaksi hematologik lainnya ialah
berbagai macam anemia (aplastik, hemolitik dan makrositik), gangguan koagulasi,
granulositopenia, agranulositosis, purpura, purpura Henoch-Schonlein dan
sulfhemoglobinemia. Pemberian diuretik sebelumnya atau bersamaan dengan
kotrimoksazol dapat mempermudah timbulnya trombositopenia, terutama pada pasien
usia lanjut dengan payah jantung; kematian dapat terjadi. Pada pasien AIDS
(Aqcuired immune-deficiency syndrome) yang diberi pengobatan kotrimoksazol umtuk
infeksi oleh Pneumocystis carinii, sering terjadi efek samping demam, lemah,
erupsi kulit, dan/atau pansitopenia.
Ø Infeksi
Saluran Kemih .Sulfonamid masih berguna untuk
infeksi ringan saluran kemih bagian bawah. Tetapi timbulnya resistensi makin
meningkat terutama pada bakteri Gram-negatif, sehingga sulfonamide tidak dapat
diandalkan untuk pengobatan infeksi yang lebih berat pada saluran kemih bagian
atas. Penting untuk membedakan infeksi pada ginjal dan infeksi pada saluran
kemih bagian bawah. Sulfonamid digunakan untuk pengobatan sistitis akut maupun
kronik, infeksi kronik saluran kemih bagian atas dan bakteriuria yang
ansimtomatik. Sulfonamid efektif untuk sistitis akut tanpa penyulit pada
wanita. Pengobatan infeksi ringan saluran kemih bagian bawah, dengan
kotrimoksazol ternyata sangat efektif, bahkan untuk infeksi oleh mikroba yang
telah resisten terhadap sulfonamid sendiri. Dosis 160 mg trimetoprim dan 800 mg
sulfametoksazol setiap 12 jam selama 10 hari menyembuhkan sebagian besar
pasien. Efek terapi sediaan kombinasi lebih baik daripada masing-masing
komponennya terutama bila mikroba penyebabnya golongan enterobacteriaceae.
Pemberian dosis tunggal (320 mg trimetoprim dengan 1600 sulfametoksazol) selama
3 hari, juga efektif untuk pengobatan infeksi akut saluran kemih yang ringan.
Sediaan kombinasi ini terutama efektif untuk infeksi kronik dan berulang
saluran kemih. Pada wanita, efektivitasnya mungkin disebabkan oleh tercapainya
kadar terapi dalam secret vaginal. Jumlah mikroba disekitar orificium urethrea
menurun sehingga kemungkinan terjadinya infeksi ulang pada saluran kemih bagian
bawah berkurang. Dosis kecil (200 mg sulfametoksazol dan 40 mg trimetoprim per
hari atau 2-4 kali dosis tersebut yang diberikan satu atau dua kali per minggu)
efektif untuk mengurangi frekuensi kambuhnya infeksi saluran kemih pada wanita.
Dosis dewasa yang umum digunakan ialah 100 mg setiap 12 jam. Untuk memberikan
pengobatan dengan sediaan kombinasi tersebut perlu dipertimbangkan hasil
pemeriksaan sensitivitas mikroba.
Pada Planning Farmakologi yang
kedua, digunakan amoksisilin karena kotrimoksazol dari berbagai literatur
banyak menyebutkan jika kotrimoksazol mempunyai efek teratatogen untuk
trisemester 1 sehingga alternatif antibiotik lain yang aman digunakan
amoksisilin.
-
AMOKSISILLIN
Amoksisilin yang
termasuk antibiotik golongan penisilin bekerja dengan cara menghambat
pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel
mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif, penisilin akan menghasilkan efek
bakterisid. Amoksisillin merupakan turunan ampisillin yang hanya berbeda pada
satu gugus hidroksil dan memiliki spektrum antibakteri yang sama. Obat ini
diabsorpsi lebih baik bila diberikan peroral dan menghasilkan kadar yang lebih
tinggi dalam plasma dan jaringan.
Ø Aktivitas dan Mekanisme Kerja
Amoksisilin.
Amoksisilin merupakan prototip golongan aminopenisilin berspektrumluas, tetapi
aktivitasnya terhadap kokus gram positif kurang daripada penisilin G. Semua
penisilin golongan ini dirusak oleh β-laktamase yang diproduksi kuman gram
positif maupun gram negatif. Amoksisilin (dalam bentuk trihidrat garam sodium)
dapat dikombinasikan dengan asamklavulanat (sebagai potasium klavulanat),
penghambat β-laktamase, untuk menambah spektrum dalam melawan organisme
Gram-negatif, dan untuk melawan mediator antibiotik bakteri yang resisten
terhadap produksi β-laktamase.
Amoksisilin bekerja
dengan menghambat dinding sel bakteri, dengan menghambat cross-linkage di
antara rantai polimer peptidoglikan linear yang menutupi komponen mayor dari
dinding sel kuman Gram-positif. Mekanisme kerja antibiotik ini secara ringkas,
adalah :
1) Obat
bergabung dengan penicilin-binding protein (PBPs) pada kuman.
2) Terjadi
hambatansintesis dinding sel kuman karena proses transpeptidasi antar rantai
peptidoglika terganggu.
3) Terjadi
aktivitas enzim proteolitik pada dinding sel yang mengakibatkan pecahnya
dinding sel bakteri.
Ø Bakteri yang peka terhadap
amoksisilin diantaranya
adalah Staphylococcus, Streptococcus, Diplococcus pneumoniae,
Bacillusanthracis, Enterococcus, Corynebacterlum diphtherlae, Salmonella
sp,Shigella sp, H. Influenzae, Proteus mirabilis, E. Coli, N. Gonorrhoeae, W.
Meningitidis.
Ø Cara PemberianAntibiotik amoksisilin termasuk antibiotik time
deppendent sehingga untuk menjaga konsentrasi obat dalam plasma tetap berada
pada kadar puncak, maka obat diberikan sesuai dengan jadwal waktu yang
telah dibuat.Obat dapat diberikan bersamaan dengan makanan.
Ø Lama Pemberian tergantung pada jenis dan tingkat
kegawatan dari infeksinya, jugatergantung pada respon klinis dan respon bakteri
penginfeksi. Sebagaic ontoh untuk infeksi yang persisten, obat ini digunakan
selama beberapa minggu. Jika amoksisilin digunakan untuk penanganan infeksi
yangdisebabkan oleh grup ß-hemolitic streptococci, terapi digunakan tidak
kurang dari 10 hari guna menurunkan potensi terjadinya demam reumatik dan
glomerulonephritis. Jika amoksisilin digunakan untuk pengobatan ISK (infeksi
saluran kemih) maka kemungkinan bisa lebih lama, bahkan beberapa bulan setelah
menjalani terapi pun, tetap direkomendasikan untuk diberikan.
Ø Amoksisilin-kalium klavulanat
diindikasikan
untuk infeksi saluran kemih berulang pada anak dan dewasa oleh E. coli dan
kuman pathogen lain yang mmproduksi betalaktamase, yang tidak dapat diatasi
oleh kotrimoksazol, kuinolon atau sefalosporin oral. Dosis
amoksisilinklavulanat per oral untuk dewasa dan anak berat > 40 kg ialah 250
mg-125 mg tiap 8 jam. Untuk penyakit berat dosis 500 mg-125 mg tiap 8 jam.
Untuk anak berat < 40 kg dosis amoksisilin 20 mg/kg/hari, dosis klavulanat
disesuaikan dengan dosis amoksisilin.
-
FOLAMIL
Berikut
komposisi yang ada pada folamil :
o ß-karoten 10.000 iu
o Vitamin B1
mononitrate 10 mg
o Vitamin
B2
2,5 mg
o Nikotinamid
20 mg
o Vitamin B6
HCl
15 mg
o Kalsium
pantotenat
7,5 mg
o Vitamin
B12
4 mcg
o Vitamin
C
100 mg
o Vitamin
D
400 iu
o Asam
folat
1 mg
o Kalium
iodida
100 mcg
o Ferrous
Fumarat
90 mg
o Tembaga
sulfat
0,1 mg
o Kalsium
laktat
250 mg
o Sodium
fluoride
1 mg
Farmakologi
Folamil
adalah kombinasi multivitamin dan mineral yang membantu mencegah kekurangan
vitamin dan mineral.
Indikasi
Suplemen
vitamin dan mineral selama masa kehamilan dan setelah melahirkan.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas
ke salah satu dari komponen Folamil.
Dosis & Administrasi
Mengambil
1 caplet setiap hari.
Vitamin B6 (piridoksin)
Penting
untuk pembuatan asam amino dalam tubuh. Vitamin B6 juga diberikan untuk
mengurangi keluhan mual-mual pada ibu hamil. Vitamin B6 merupakan lini pertama
dalam mengatasi mual dan muntah pada ibu hamil. Piridoksin merupakan
pilihan utama dalam mengurangi mual muntah dalam kehamilan, Ulasan Sistematik
Cochrane juga memperlihatkan bahwa piridoksin memang efektif dalam
mengurangi gejala mual muntah, walaupun tidak terdapat bukti
piridoksin mengurangi frekuensi muntah. (Jewell MD dan Young G, 2003)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Antibiotika banyak digunakan secara luas pada
kehamilan. Karena adanya efek samping yang potensial bagi ibu maupun janinnya,
penggunaan antibiotika seharusnya digunakan jika terdapat indikasi yang jelas.
Informasi obat kali ini akan menjelaskan jenis obat antibiotik penisilin.
Penisilin yang digunakan dalam pengobatan terbagi dalam penisilin alam dan penisilin
semisintetik. Penisilin semisintetik diperoleh dengan cara mengubah struktur
kimia penisilin alam atau dengan cara sintesis dari inti penisilin.
Kehamilan
merupakan saat yang krusial dari sisi medis. Sebab pada wanita hamil terdapat
janin yang sedang mengalami pertumbuhan. Untuk memberikan obat antibiotika pada
wanita hamil harus benar-benar dipertimbangkan antara manfaat dan kerugiannya.
Umumnya
penisilin dan sefalosporin dianggap sebagai preparat pilihan pertama pada
kehamilan, karena pemberian sebagian besar antibiotik lainnya berkaitan dengan
peningkatan risiko malformasi pada janin. Bagi beberapa obat antibiotik,
seperti eritromisin, risiko tersebut rendah dan kadang-kadang setiap risiko
pada janin harus dipertimbangkan terhadap keseriusan infeksi pada ibu.
B. Saran
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Terlebih dahulu menganalisa apakah pasien datang dalam keadaan
hamil atau tidak ( bila pasien datang wanita ). Karena dalam memberikan obat
antibiotik sangat berhati – hati disebabkan kandungan zat-zat dari berbagai
macam jenis obat antibiotik dapat mengganggu pertumbuhan janin apabila pasien
atau ibu tersebut sedang hamil.
2. Bagi Masyarakat Umum dan Ibu Hamil
Sebaiknya masyarakat dengan cermat dapat memilih obat antibiotic
yang aman untuk dikonsumsi. Lakukan konsultasi pemilihan obat antibiotic
sebelumnya dengan dokter agar mendapatkan resep dalam membeli obat antibiotic
apa yang harus dikonsumsi pada saat terinfeksi suatu penyakit khususnya
disebabkan oleh bakteri.
Untuk ibu hamil usahakan menjaga kondisi saat sedang hamil maupun
menyusui. Karena obat antibiotic yang aman saat dikonsumsi saat hamil maupun
menyusui jenisnya terbatas. Apabila kurang telaten dalam memilih jenis
antibiotic pada saat hamil, akan menyebabkan kelainan atau cacat congenital
pada janin yang dikandung.
3. Bagi Apoteker
Memberikan obat antibiotic sebaiknya sesuai dengan resep dokter.
Adanya kekeliruan dalam memberikan obat antibiotic, memberikan dosis serta cara
pemakaiannya dapat membahayakan kondisi pasie. Karena bila dosis dan cara minum
obat antibiotic harus tepat. Tepat dalam artian meminum obat antibiotic sampai
obat tersebut habis dan tidak disisakan karena apabila obat antibiotic tidak
diminum habis, penyakit atau bakteri penyebab penyakit tersebut menjadi kebal.
DAFTAR PUSTAKA
ISO INDONESIA Volume 47-2012 s/d 2013
MIMS INDONESIA
Petunjuk Konsultasi Edisi 11 2011 / 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar